Hewan jalalah adalah hewan-hewan yang pada dasarnya boleh dimakan, tetapi sering makan kotoran atau najis.
Hadits-hadits berkaitan dengan hewan jalalah
1. Hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra:
نهى عن أكل الجلالة وألبانها
” Rasulullah SAW melarang makan binatang yang memakan najis dan meminum susunya.” (H.R. Hakim dan Tirmizi)
2. Hadits yang diriwayat dari Ibnu Abbas ra:
نهى عن لبن الجلالة
” Nabi SAW melarang minum susu binatang yang memakan najis.” (H.R. Tirmizi dan Hakim)
Dalam kitab Syarh al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin dijelaskan terjadi khilaf ulama Syafi’iyah hukum memakan hewan jalalah. Pendapat al-Rafi’i dalam al-Muharrar haram makannya apabila nyata berubah bau daging dengan sebab memakan kotoran. Namun Imam al-Nawawi seorang ulama rujukan dalam kalangan ulama pengikut Syafi’iyah sesudahnya berpendapat hanya makruh. Pendapat makruh ini berpendapat larangan dalam hadits hanya bersifat makruh karena disamakan dengan daging yang berubah baunya yang disebabkan lama disimpan yang hukumnya hanya makruh dimakan.
Selanjut dalam Syarh al-Mahalli ‘ala Minhaj al-Thalibin dijelaskan, adapun apabila sudah hilang baunya dan menjadi baik dagingnya dengan sebab diberikan makanan yang suci kepada hewan jalalah, maka halal memakannya tanpa makruh. Ibnu Umar mengatakan :
ان النبي صلعم نهى عن أكل الجلالة وشرب وألبانها حتى تعطف اربعين ليلة
“Sesungguhnya Nabi SAW melarang memakan hewan jalalah dan minum susunya sehingga diberikan makanan yang suci selama empat puluh malam. (H.R. Darulquthni, al-Hakim dan Baihaqi, al-Hakim mengatakan shahih isnad, sedangkan Baihaqi mengatakan tidak kuat).
Penyebutan diberikan makanan yang suci selama empat puluh malam hanya mengikuti kebiasaan, bukan qaid yang dapat diambil mafhum mukhalafahnya. Karena itu, apabila dapat menghilangkan baunya dalam waktu kurang dari empat puluh malam, juga hukumnya halal dimakan.
Khilaf di atas juga berlaku pada hukum meminum susu dan telur hewan jalalah.