ASWAJA MUDA BAWEAN

Kumpulan Hasil-Hasil Bahtsul Masail via Kajian Fikih Terapan [KFT]

KISWAH

Perbedaan antara Masjid dan Musholla

2 Mins read

Deskripsi Masalah
Hari ini, situs Republika mengupload tulisan tentang perbedaan Masjid dan Musholla, yang isinya kurang lebih sebagai berikut:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tak sedikit Umat Islam di Indonesia yang salah kaprah dalam memandang masjid dan mushalla, karena hanya memandang dari segi kemegahan bangunnya. Masjid kadang dipandang sebagai mushalla, dan mushalla dianggap sebagai masjid.

Padahal, terdapat perbedaan penting yang patut diketahui setiap Muslim. Kata masjid sendiri telah disebut sebanyat 28 kali di dalam Alquran. Dari segi bahasa, masjid bermakna tempat sujud.
Sementara, dalam kitab-kitab fikih masjid berarti sebuah tempat yang diwakafkan untuk dijadikan sebagai masjid. Karena itu, menurut kalangan Syafi’iyah, jika ada seseorang yang membangun masjid dan orang lain diberi izin untuk shalat di sana, maka belum tentu bisa dikatakan masjid. Karena baru bisa dikatakan masjid kalau pemiliknya mewakafkannya.
Sementara, istilah mushalla merupakan nama tempat shalat yang diambil dari kata kerja shalla yang artinya, shalat atau berdoa. Dengan demikian, perbedaan antara masjid dan mushalla terletak pada masjid yang harus berbentuk wakaf, sedangkan mushalla tidak harus berbentuk wakaf. 
Terlepas dari perbedaan tersebut, sejatinya seluruh alam di atas bumi ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid (tempat sujud) dan yang suci lagi menyucikan. Siapa saja di anatara umatku yang ingin menunaikan shalat (di bumi itu), maka hendaklah ia shalat.” (HR Bukhori dan Muslim).

Pertanyaan

  • Bagaimanakah khazanah kitab klasik madzhab Syafi’i sebenarnya dalam memandang definisi musholla dari sisi syari’at?
  • Apa perbedaannya dengan masjid? 
  • Apa hukum yang berbeda antara keduanya seperti pelaksanaan shalat misalnya? 
  • Dan bolehkah meninggikan musholla dengan loteng yang baru?

Jawaban

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga tercurah pada Sayyidina Rasulillah.

Setiap tanah di bumi ini sah untuk shalat dan terbilang masjid, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dijadikan bagiku bumi sebagai tempat sujud dan suci”. (HR. Bukhari). Tetapi masjid yang berlaku hukum fiqih adalah tempat yang ditentukan untuk shalat ataupun diwakafkan dan tertahan agar digunakan khusus untuk shalat. 

Adapun musholla adalah tempat shalat dan berdoa, tidak disyaratkan harus diwakafkan, tapi sah berupa wakaf atau selainnya. Jadi, musholla itu mencakup masjid dan selain masjid. Setiap masjid adalah musholla dan setiap musholla tidak tentu masjid.

Masjid dan musholla dapat dibedakan pada sebagian hukum-hukumnya, yaitu:

1. Masjid sebagaimana kami sebutkan adalah tempat yang diwakafkan untuk shalat, maka tidak boleh bertindak di dalamnya dengan jual beli dan semacamnya. Imam Nawawi berkata:

“Yang jelas bahwa dalam penjagaan barang wakaf berpindah kepada Allah Ta’ala, maksudnya terlepas dari orang tertentu, bukan milik pemberi wakaf dan bukan pula milik yang diberi wakaf”. (Minhaj ath Thalibin hal. 170).

Adapun musholla maka sah keberadaannya dimiliki oleh orang tertentu, sah penjualannya ataupun memindahkannya ke tempat lain, sah pula disewakan.

2. Haram bagi wanita haid dan orang junub berdiam di dalam masjid, tapi boleh bagi keduanya berdiam di musholla. Imam Nawawi berkata:

“Haram sebab janabah apa yang diharamkan sebab hadats dan berdiam di masjid, tidak haram melewatinya”. (Minhaj ath Thalibin hal. 12).

3. I’tikaf ataupun shalat tahiyyatul masjid tidak sah keduanya kecuali di dalam masjid. Al Khathib asy Syarbini berkata: Tidak butuh kepada masjid sesuatupun dari beberapa ibadah kecuali shalat tahiyyatul masjid, i’tikaf dan thawaf”. (Mughniy al Muhtaj juz 5 hal. 329).

4. Haram meninggikan masjid dengan bangunan atau loteng. Tertulis dalam Hasyiyah Ibnu Abidin juz 3 hal. 371:

“Apabila sifat kemasjidan telah sempurna seseorang menghendaki bangunan, maksudnya membangun rumah untuk imam diatas masjid maka dilarang”.

Adapun musholla maka boleh demikian itu karena tidak diwakafkan, serta memperhatikan penjagaan terhadap kebersihan musholla dan kesuciannya dari najis.

Sah shalat Jum’at di musholla dan lebih afdhalnya dilaksanakan di masjid. Syeikh al Jamal berkata:

“Karena sesungguhnya pelaksanaan shalat Jum’at di masjid bukanlah syarat”. (Hasyiyah al Jamal juz 2 hal. 238).

Wallahu Ta’ala a’lam.
Fatwa Daar al Ifta al Mamlakah al Urduniyyah al Hasyimiyyah (Kerajaan Yordania) no. 2064, Tanggal 12-06-2012 

اسم المفتي: لجنة الإفتاء
الموضوع: الفرق بين المسجد والمصلى وأحكام كل منهما
رقم الفتوى: 2064
التاريخ : 12-06-2012
التصنيف: الوقف
نوع الفتوى: بحثية

السؤال: ما تعريف المصلى من الناحية الشرعية، وما الفرق بينه وبين المسجد، وما الأحكام التي تختلف بينهما كإقامة الجمعة مثلاً، وهل يجوز اعتلاء المصلى بطوابق جديدة؟
الجواب: الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله. كل بقعة من الأرض تصح الصلاة فيها تعد مسجداً؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: (وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا) رواه البخاري. لكن المسجد الذي تترتب عليه أحكام فقهية هو المكان الموقوف للصلاة، أي الذي وُقف وحُبس ليكون مخصصاً للصلاة. وأما المصلى فهو موضع الصلاة والدعاء، ولا يشترط فيه أن يكون موقوفاً، بل يصح أن يكون موقوفاً وغيره، فالمصلى إذن يشمل المسجد وغير المسجد، فكل مسجد مصلى وليس كل مصلى مسجداً
 

ويفارق المسجد المصلى في بعض الأحكام منها: أولاً: المسجد – كما ذكرنا – المكان الموقوف للصلاة؛ فلا يصح التصرف فيه ببيع ونحوه. قال الإمام النووي: “الأظهر أن الملك في رقبة الموقوف ينتقل إلى الله تعالى، أي ينفك عن اختصاص لآدمي فلا يكون للواقف ولا للموقوف عليه”. منهاج الطالبين (170)، أما المصلى فيصح كونه مملوكاً لشخص معين، ويصح بيعه أو تحويله إلى مكان آخر، ويصح كونه مستأجراً 


ثانياً: يحرم على الحائض والجنب اللبث في المسجد، بينما يصح لهما المكث في المصلى. قال الإمام النووي: “ويحرم بها – أي بالجنابة – ما حرم بالحدث، والمكث بالمسجد لا عبوره”. منهاج الطالبين 1/ 12 
 

ثالثاً: الاعتكاف أو تحية المسجد لا يصحان إلا في المسجد. قال الخطيب الشربيني: “ولا يفتقر شيء من العبادات إلى مسجد إلا التحية والاعتكاف والطواف”. مغني المحتاج 5/ 329 

رابعاً: يحرم اعتلاء المسجد ببناء أو طوابق. جاء في “حاشية ابن عابدين”: “لو تمت المسجدية ثم أراد البناء – أي بناء بيت للإمام فوق المسجد – مُنع” (3/ 371)، أما المصلى فيصح ذلك لأنه ليس بموقوف، مع مراعاة المحافظة على نظافة المصلى وتنزيهه عن النجاسة
 

وتصح صلاة الجمعة في المصلى، والأفضل كونها في المسجد. قال الشيخ الجمل عن صلاة الجمعة: “لأن إقامتها في المسجد ليست بشرط”. حاشية الجمل على شرح المنهج 2/ 238. والله تعالى أعلم

Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *