ASWAJA MUDA BAWEAN

Kumpulan Hasil-Hasil Bahtsul Masail via Kajian Fikih Terapan [KFT]

Dana BantuanHukum NegaraKISWAHTerorisme

DANA LATIHAN TERORIS

3 Mins read

Deskripsi Masalah

Abu Bakar Baasyir

Media Umat dot Com: I’dad (pelatihan jihad) sama dengan terorisme? Itu yang mungkin ada dibenak, jika berada dipersidangan Ust Abu Bakar Ba’asyir. Palu sudah diketuk. Vonis Majelis Hakim jerat Ba’asyir dengan hukuman 15 tahun penjara. Banyak fakta yang meringankan Ba’asyir tidak disertakan dalam  pertimbangan vonis, Kamis (16/6) kemarin.

Ada Khairul Gazali yang menjadi saksi kunci persidangan  Ba’asyir. Sayang hal ini diabaikan oleh Majelis Hakim. “Kita mau datangkan, tapi sangat sulit. Karena Khairul Ghazali masih ditahan Densus 88 di Medan,” ujar putra Ba’asyir Abdurrahim Ba’asyir kepada mediaumat dot com usai persidangan kemarin.

Densus 88 sengaja tidak membiarkan Khairul Ghazali menjadi saksi yang meringankan Ba’asyir lantaran, ia merupakan kunci persidangan. Khairul Ghazali dalam pernyataan tobatnya dengan tegas menyatakan bahwa  Ust Abu Bakar Ba’asyir mendapat 20 % dari perampokan CIMB Niaga itu merupakan pernyataan palsu di bawah tekanan Densus 88.

Abdurrahim pun sudah memberikan salinan dan scan lengkap dengan tanda tangan bermaterai dari pengakuan tobat  Khairul Ghazali bahwa kesaksiannya dulu adalah bohong tapi majelis hakim sekali lagi mengabaikan hal ini dan mengatakan kalau bukti tidak otentik.

I’dad bukan Tindak Terorisme

Pengaitan tindak terorisme terhadap Ba’asyir pun, menurut Abdurrahim, sangatlah mengada-ada. Dalam vonis hakim itu, Ba’asyir dihubung-hubungkan dengan pelatihan bersenjata di Aceh. Padahal ini saat tidak terbukti.

Hakim hanya mengaitkan kalau Ba’asyir sudah menonton pelatihan itu bersama Ubaid. “Inilah yang sangat lucu bagi saya,” ujarnya. Menurut Abdurrahim, ceritanya yang sebenarnya adalah Ubaid yang merekam video militer di Aceh itu datang ke Ba’asyir. Menceritakan dan menunjukkan padanya video itu.

Lalu anehnya, ia dikaitkan dengan aksi pelatihan itu. Padahal jelas kalau Ba’asyir tidak tahu menahu kalau pelatihan militer di Aceh itu untuk tindak terorisme. “Misalnya begini, seseorang datang pada antum memperlihatkan video pelatihan militer. Lalu mengaitkan antum dengan terorisme inikan aneh,” ujarnya.

Ba’asyir tahunya pelatihan di Aceh itu untuk i’dad (pelatihan jihad) ke Palestina.  ”I’dad itu merupakan persiapan jihad yang Allah syariatkan dan pastilah kita tidak mungkin untuk membantahnya. Ust Ba’asyir sangat marah jika idad itu disangkut pautkan dengan terorisme,” tegasnya.

Jadi sebenarnya, pelatihan yang direstui Ba’asyir merupakan pelatihan persiapan jihad dan tidak ada hubungannya dengan tindak terorisme. “Itu hanya dihubung-hubungkan saja, sangkut pautnya ini menerangkan bahwa deliknya terlalu dipaksakan!,” ujarnya.

Jadi kalau pun mau menjerat Ba’asyir, seharusnya delik merestui penggunaan senjata tanpa izin yang melanggar UU tentang Kepemilikan Senjata bukan UU tentang Terorisme. I’dad sendiri merupakan bagian dari ajaran Islam, mengamalkan ajaran Islam dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 29.

“Inilah yang saya pertanyakan. Kasus ini terlalu dipaksakan dan berusaha untuk memvonis bersalah Ust Ba’asyir. Ini adalah pesanan asing,”  prediksi Abdurrahim. Di samping itu, Abdurrahim pun menandaskan bahwa putusan hakim penuh dengan rekayasa dan para saksinya pun sangat dipaksakan untuk menjatuhkan Ust Ba’asyir.

Seperti saksi yang hanya melalui telekonferensi. “Saya beberapa hari bertemu dengan Ubaid di Mako Brimob. Dan Ubait pun menjelaskan kalau ia berada di bawah tekanan Densus 88 makanya tidak bisa hadir secara langsung,” tambahnya.

Jelas ini mencoreng sendiri wajah aparat yang telah menyiksa dan menekan para saksi untuk bersaksi tidak benar. Hal ini pun sudah dilimpahkan ke Komisi Yudisial periahal kesaksian. Laporan ke Komisi Yudisial berhasil dan mereka menganggap memang ada masalah. “Tapi saat di Mahkama Agung. MA seakan tutup mata melihat fakta seperti ini,” sesalnya.

Dalam persidangan kemarin, Ba’asyir divonis 15 tahun penjara lantaran diduga merencanakan dan menggerakan orang lain untuk mengumpulkan dana, baik secara pribadi maupun selaku Amir Jamaah Ansharut Tauhid terkait pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho di Aceh Februari 2010.

Dana yang dikumpulkan Ba’asyir berasal dari Syarif Usman sebesar Rp 200 juta dan Hariyadi Nasution sebesar Rp 150 juta. “Padahal ini jelas-jelas tuduhan yang dzalim, sebab ust Ba’asyir sudah membantah dengan jelas kalau dana 300 juta tersebut disumbangkan Untuk Mer-C untuk bantuan pembangunan Rumah Sakit di Palestina dan Kuitansinya pun masih ada!” tegasnya.

Sedangkan kuasa hukum Ba’asyir kepada mediaumat dot com menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengupayakan proses hukum selanjutnya dan juga telah menyatakan banding atas vonis ini. Menurutnya persidangan ini sangat tidak adil. “Vonis 15 tahun Ba’asyir telah dijatuhkan. 15 tahun atau seumur hidup sebenarnya sama saja. Yang jelas zionisme dan para antek kufur, thagut senang akan vonis zalim tersebut,” pungkasnya. [mediaumat dot com]

 

PERTANYAAN:

  1. Bagaimana konsep i’dad yang ada dalam syari’at islam, dan apa dasar hukumnya?
  2. Apakah dibenarkan yang dilakukan oleh beberapa pihak di Aceh untuk membela agama islam?

JAWABAN PERTANYAAN 1:

Konsep i’dad adalah melakukan persiapan dalam rangaka jihad, yang apabila dikaitkan dengan jihad yang dalam artian peperangan, maka diantara bentuk i’dadnya adalah:

  1. Menyiapkan persenjataan yang memadai.
  2. Melatih pasukan dalam strategi berperang.
  3. Memperkokoh benteng pertahanan.
  4. I’dad terkait dengan jihad fisik ( qital ) harus mendapatkan izin imam, dll.

Sedangkan apabila dikaitkan dengan jihad dalam pengertian umum (menegakkan / meninggikan kalimat tauhid), maka diantara bentuk i’dadnya adalah:

  1. Meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan agama.
  2. Seorang ulama’ yang membuat ma’had, dll.

Jadi konsep dan teknik i’dad sebetulnya sangat luas, tergantung kebutuhan sesuai kondisi yang ada, serta musuh yang dihadapi.

Dasar hukumnya al Qur’an.

REFERENSI:

 الفتاوى الفقهية الكبرى  – (ج 9 / ص 451)

( سُئِلَ ) رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى كَيْفَ عَدَّ الْأَصْحَابُ الرَّمْيَ بِنِيَّةِ الْجِهَادِ سُنَّةٌ مَعَ قَوْله تَعَالَى { وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ } وَالْأَمْرُ لِلْوُجُوبِ وَالْقُوَّةُ مُفَسَّرَةٌ فِي الْأَحَادِيثِ بِالرَّمْيِ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ اسْتَنَدُوا فِي ذَلِكَ إمَّا لِقَوْلِ بَعْضِ الصَّحَابَةِ : الْآيَةُ مَنْسُوخَةٌ وَإِذَا نُسِخَ الْوُجُوبُ بَقِيَ الْجَوَازُ الشَّامِلُ لِلنَّدْبِ الدَّالِّ عَلَيْهِ كَثْرَةُ الْأَحَادِيثِ فِي كَثْرَةِ ثَوَابِ الرَّمْيِ وَالتَّرْغِيبِ فِيهِ وَإِمَّا احْتِمَالُ أَنَّ الْأَمْرَ لِلْإِرْشَادِ وَلَا تَرِدُ عَلَيْهِ تِلْكَ الْأَحَادِيثُ نَظَرًا إلَى أَنَّ الْأَمْرَ الْإِرْشَادِيَّ لَا ثَوَابَ فِيهِ لِأَنَّ هَذَا إنَّمَا هُوَ مِنْ حَيْثُ ذَاتُهُ وَإِمَّا بِالنَّظَرِ لِمَا يَقْتَرِنُ بِهِ . فَقَدْ يَعْظُمُ ثَوَابُهُ بِخِلَافِ الْأَمْرِ الشَّرْعِيِّ فَإِنَّ الثَّوَابَ عَلَيْهِ مِنْ حَيْثُ ذَاتُهُ مِنْ غَيْرِ اعْتِبَارِ أَمْرٍ آخَرَ يَقْتَرِنُ بِهِ وَهَذَا الْفَرْقُ وَإِنْ لَمْ أَرَهُ إلَّا أَنَّهُ قَدْ يُومِئُ إلَيْهِ بَعْضُ الْفُرُوقِ مِنْ الْكَرَاهَةِ الشَّرْعِيَّةِ وَالْإِرْشَادِيَّة وَإِمَّا أَنَّهُمْ نَظَرُوا إلَى عُمُومِ مَا الْمُفَسَّرَةِ بِقُوَّةٍ وَذَلِكَ شَامِلٌ لِلرَّمْيِ وَغَيْرِهِ كَالسَّيْفِ وَالسِّلَاحِ وَالْحُصُونِ وَذُكُورِ الْخَيْلِ كَمَا قَالَهُ كَثِيرٌ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَلَفْظُ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ هِيَ الْقَوْسُ إلَى السَّهْمِ فَمَا دُونَهُ وَأَمَّا الْحَدِيثُ الصَّحِيحُ وَهُوَ قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { أَلَا إنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ } فَهُوَ مِنْ بَابِ { الْحَجُّ عَرَفَةَ } كَمَا قَالَهُ مَكْحُولٌ. وَعَلَى هَذَا فَالْأَمْرُ فِي الْآيَةِ لِلْوُجُوبِ لِأَنَّ التَّهَيُّؤَ لِجِهَادِ الْعَدُوِّ وَالِاسْتِعْدَادَ لِمُلَاقَاتِهِ بِدُخُولِ جَيْشِنَا إلَى دَارِهِ كُلَّ سَنَةٍ أَوْ بِعِمَارَةِ الثُّغُورِ وَنَحْوِهَا حَتَّى لَا يَبْقَى لَهُ سَبِيلٌ إلَى دُخُولِ دَارِنَا وَاجِبٌ عَلَى الْكِفَايَةِ وَحِينَئِذٍ إذَا نَظَرْنَا لِلرَّمْيِ مِنْ حَيْثُ ذَاتُهُ قُلْنَا إنَّهُ سُنَّةٌ أَوْ مِنْ حَيْثُ دُخُولُهُ تَحْتَ الْأَمْرِ الْمَوْضُوعِ حَقِيقَةً لِلْوُجُوبِ قُلْنَا هُوَ مِنْ بَعْضِ جُزْئِيَّاتِ الْمَفْرُوضِ وَنَظِيرُهُ الْعِتْقُ مَثَلًا فِي الْكَفَّارَةِ الْمُخَيَّرَةِ فَهُوَ مِنْ حَيْثُ إنَّهُ أَفْضَلُهَا مَنْدُوبٌ وَمِنْ حَيْثُ تَأَدِّي الْوَاجِبِ بِهِ وَاجِبٌ وَلَعَلَّ هَذَا التَّقْرِيرَ أَوْلَى مِنْ قَوْلِ بَعْضِهِمْ الْقَوْلُ بِوُجُوبِ الرَّمْيِ أَخْذًا مِنْ الْأَمْرِ فِي الْآيَةِ لَيْسَ مَعْنَاهُ أَنَّهُ وَاجِبٌ لَعَيْنِهِ بَلْ إنَّهُ مِنْ بَابِ إيجَابِ شَيْءٍ لَا بِعَيْنِهِ كَمَا قَالَهُ الْفُقَهَاءُ فِي خَائِفِ الْعَنَتِ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ التَّعَفُّفُ وَلَا يُقَالُ إنَّ النِّكَاحَ فِي حَقِّهِ وَاجِبٌ عَلَى مَعْنَى أَنَّهُ وَاجِبٌ لَعَيْنِهِ بَلْ عَلَى مَعْنَى أَنَّ السَّعْيَ فِي الْإِعْفَافِ وَاجِبٌ إمَّا بِالنِّكَاحِ وَإِمَّا بِالتَّسَرِّي فَإِيجَابُ النِّكَاحِ عَلَيْهِ مِنْ بَابِ إيجَابِ شَيْءٍ لَا بِعَيْنِهِ وَمَا كَانَ مِنْ هَذَا الْقَبِيلِ إذَا حُكِمَ عَلَيْهِ بِعَيْنِهِ قِيلَ إنَّهُ سُنَّةٌ وَكَذَلِكَ هُنَا الْوَاجِبُ إعْدَادُ مَا يُنْتَفَعُ بِهِ فِي الْقِتَالِ وَيُدْفَعُ بِهِ الْعَدُوُّ أَمَّا الرَّمْيُ أَوْ غَيْرُهُ وَإِذَا حُكِمَ عَلَى الرَّمْيِ بِعَيْنِهِ قِيلَ إنَّهُ سُنَّةٌ ، وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .

الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 1 / ص 45)

 يجب إعداد العدّة للجهاد ، وتجوز مقاتلة العدوّ بالسّلاح المناسب لكلّ عصر ، وفي تحريقهم بالنّار وتغريقهم واستعمال السّموم تفصيل وخلاف يذكره الفقهاء في مباحث الجهاد.

الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 1 / ص 8809)

«إعداد السّلاح للجهاد والتّدرّب عليه»

2 – ذهب العلماء إلى أنّ الاستعداد للجهاد بإعداد السّلاح ، والتّدرّب على استعماله وعلى الرّمي فريضة تقتضيها فريضة الجهاد ، لقوله تعالى «وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ» . قال القرطبيّ والفخر الرّازيّ : إنّ الآية تدلّ على أنّ الاستعداد للجهاد بالسّلاح فريضة ، إلاّ أنّه من فروض الكفايات. فقد أمر اللّه سبحانه وتعالى المسلمين بإعداد القوّة للأعداء. وقد ورد لفظ القوّة – في الآية الكريمة – مطلقاً بغير تحديد ولا تقييد ، فهو يتّسع ليشمل كلّ عناصر القوّة مادّيّاً ومعنويّاً ، وما يتقوّى به على حرب العدوّ ، وكلّ ما هو آلة للغزو والجهاد فهو من جملة القوّة. وقد تركت الآية الكريمة تحديد القوّة المطلوبة ، لأنّها تتطوّر تبعاً للزّمان والمكان ، وحتّى يلتزم المسلمون بإعداد ما يناسب ظروفهم من قوّة يستطيعون بها إرهاب العدوّ. وعن عقبة بن عامر رضي الله عنه قال : ” سمعت رسول اللّه صلى الله عليه وسلم وهو على المنبر يقول : «وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ» ، ألا إنّ القوّة الرّمي ، ألا إنّ القوّة الرّمي ، ألا إنّ القوّة الرّمي «. كرّر هذه الجملة ثلاث مرّات ، للتّأكيد والتّرغيب في تعلّمه وإعداد آلات الحرب ، وقد فسّر رسول اللّه صلى الله عليه وسلم القوّة بالرّمي ، وهو أهمّ فنون القتال ، حيث إنّ الرّمي أعلى المراتب في استعمال السّلاح.

الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 1 / ص 10628)

عُدّةالتّعريف1 – العُدّة – بالضّمّ – في اللّغة : الاستعداد والتّأهّب وما أعددته من مال أو سلاح . وفي الاصطلاح هي : جميع ما يتقوّى به في الحرب على العدوّ .س«الأحكام المتعلّقة بالعدّة»

2 – العدّة – أي الاستعداد للحرب – فريضة تلازم فريضة الجهاد ، فالحرب بلا عدّة إلقاء للنّفس إلى التّهلكة ، والعدّة للحرب في سبيل إعلاء كلمة اللّه بأنواعها فرض على المسلمين . قال تعالى : « وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ » ، والخطاب لكافّة المسلمين ، وقال سبحانه : « وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ » أي بترك الإنفاق في سبيل اللّه ، والخطاب أيضاً لكافّتهم ، وعدّ سبحانه وتعالى : ترك الإنفاق في سبيل اللّه وعدم الاستعداد للحرب باتّخاذ العدّة اللازمة للنّصر تهلكةً للنّفس ، وتهلكةً للجماعة ، فالدّعوة إلى الجهاد في التّوجيهات القرآنيّة والنّبويّة تلازمها في الأغلب الأعمّ دعوة إلى الإنفاق . جاء في تفسير الماورديّ : « وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ » بأن تتركوا النّفقة في سبيل اللّه فتهلكوا ، ثمّ قال : هذا قول ابن عبّاس ، وقيل : لا تقحموا أنفسكم في الحرب بغير نكاية في العدوّ ، وقال ابن كثير : التّهلكة أن تمسك يدك عن النّفقة في سبيل اللّه .

الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 1 / ص 10629)

والعدّة بما في الطّوق من فروض الكفاية على المسلمين ، فإن تركوها أثموا جميعاً ، وهي من الأمور المنوطة بالإمام وتلزم عليه ، قال الماورديّ : من الأمور الواجبة على الإمام : تحصين الثّغور بالعدّة المانعة ، والقوّة الدّافعة حتّى لا يظفر الأعداء بغرّة ينتهكون فيها محرّماً ، أو يسفكون فيها لمسلم أو معاهد دماً ، وعدّ القرآن ترك العدّة للحرب إعلاءً لكلمة اللّه من علامات النّفاق ، فقال تعالى : في شأن المنافقين الّذين استأذنوا النّبيّ صلى الله عليه وسلم لأعذار واهية في عدم الخروج معه في الجهاد : « لاَ يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَن يُجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ ، إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ ، وَلَوْ أَرَادُواْ الْخُرُوجَ لأَعَدُّواْ لَهُ عُدَّةً »

الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 1 / ص 10629)

«ما تكون به العدّة»3 – بيّن القرآن العدّة : بأنّها القوّة ، ورباط الخيل ، قال تعالى : « وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ » . واختلف المفسّرون في المراد من القوّة : وقال الماورديّ فيه خمسة أقوال : أ – القوّة : ذكور الخيل ، ورباط الخيل إناثها . ب – القوّة : السّلاح ، قاله الكلبيّ . ج – التّصافي ، واتّفاق الكلمة . د – الثّقة باللّه . هـ – الرّمي . وقال صاحب تفسير الخازن بعد أن ذكر أقوالاً في معنى القوّة :

الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 1 / ص 10630)

القول الرّابع : إنّ المراد بالقوّة جميع ما يتقوّى به في الحرب على العدوّ ، فكلّ ما هو آلة يستعان بها في الجهاد فهو من جملة القوّة المأمور بإعدادها ، وقوله صلى الله عليه وسلم: « ألا إنّ القوّة الرّمي » لا ينفي كون غير الرّمي من القوّة المأمور بإعدادها فهو كقوله صلى الله عليه وسلم : « الحجّ عرفة » وكقوله : « النّدم توبة » فهذا لا ينفي اعتبار غيره، بل يدلّ على أنّ المذكور هو من أجلّ المقصود ، ولأنّ الرّمي كان من أنجع وسائل الحرب نكايةً في العدوّ في زمنه صلى الله عليه وسلم فهكذا هنا يحمل معنى الآية على الاستعداد للقتال في الجهاد بجميع ما يمكن من الآلات ، كالرّمي بالنّبل ، والنّشاب ، والسّيف ، وتعلّم الفروسيّة ، والتّصافي ، واتّفاق الكلمة ، والثّقة باللّه وكلّ ذلك مأمور به ، وقال الشّهاب : إنّما ذكر هذا هنا ، لأنّه صلى الله عليه وسلم : لم يكن له استعداد تامّ في بدر ، فنبّهوا على أنّ النّصر بدون استعداد لا يتأتّى في كلّ زمان ، ودلّت الآية على وجود القوّة الحربيّة اتّقاء بأس العدوّ . وخصّ رباط الخيل بالذّكر – مع أنّ الأمر بإعداد القوّة في الآية يتناول جميع ما يتقوّى به للحرب على اختلاف صنوفها وألوانها وأسبابها – لأنّها الأداة الّتي كانت بارزةً عند من كان يخاطبهم القرآن أوّل مرّة ، ولو أمرهم بأسباب غير معروفة لديهم ، ولا يطيقون إعدادها لكان تكليفاً بما لا يطاق .

التفسر المنير (ج 5  / 392 )

(من قوة ) نكرة تفيد العموم فتشمل الاعداد المادي بمختلف الاسلحة المناسبه للعصر المتطورة حسبما يوجد لدى العدو المصنعة في داخل البلاد الاسلاميه وتشمل ايضا الاعداد المعنوي والروحي من حفزالمواهب والقوى واعدادالجيل اعدادا حربيا وتسلحه بالعقيدة الاسلاميه الحقة وبالاخلاق الدسنسة الصالحة وبغير ذلك لا نصر على العدو

الخلافة – (ج 1 / ص 37)

وأما ما يتعلق بالسياسة والقضاء المنوط بالحكومة فله أن يرجح بعض الأحكام الاجتهادية على بعض ، باستشارة العلماء من أهل الحل والعقد ، ولا سيما إذا لم يكن هو من أهل الاجتهاد في الشرع ، ولقد كان أئمة الدين يطيعون الخلفاء فيما يخالف اجتهادهم من أمور الحكومة إذا لم يخالف النص القطعي من الكتاب والسنة ولكنهم لم يطيعوهم في القول بخلق القرآن لأنه من أمور العقائد التي خالفوا فيها السلف . .  والجهاد الذي ذكره في الواجب السادس أراد به القتال العيني والكفائي وإنما يجب على كل مكلف إذا استولى العدو على بعض بلاد المسلمين وتوقف دفعه على ذلك وإلا اكتفى بمن يستنفرهم الإمام بحسب الحاجة ، والجهاد قد يكون بالمال واللسان ومنه الدعوة إلى الإسلام بالبرهان . وتجب طاعة الإمام في التعليم العسكري بنظام القرعة وغيره ، وعليه أن يعد للأعداء ما يستطيع من قوة ليقاتلهم بما يقاتلوننا به أو يفوقهم ، ومنه إنشاء البوارج والغواصات والطيارات الحربية وأنواع الأسلحة الخ وتجب طاعته في ذلك كله بالمال والنفس ، بنص قوله تعالى ( وأَعِدُّوا لَهْم ما اسْتطَعْتُم من قُوَّة ) والخطاب للأمة وإنما الرئيس هو الذي يوحد النظام فيها

الـــفــقــه الإســلامـي و أدلــتـــه ( ج : 8 ، ص : 5846 )

فـَالْـجِـهَــادُ يَـكُــوْنُ بـِالـتَّـعْـلِـيْــمِ وَتـَـعَــلُّـــمِ أَحْــكـَـامِ الإِْسْلاَمِ وَنَــشْــرِهـَـا بَـيْـنَ الــنَّــاسِ وَبِـبَــذْلِ الْــمَـالِ وَبـِالْـمُـشَــارَكـَـةِ فِـي قِــتـَـالِ الأَعْـــدَاءِ إِذَا أَعْــلَــنَ الإِمَــامُ الْـجِـهَــادَ ، لِـقـَـوْلـِـهِ تـَـعـَـالَـى : ” جـَـاهِــدُوا الْـمُـشْــرِكِـيْــنَ بِـأَمْــوَالِــكُــمْ وَ اَنْـفُـسِــكُــمْ وَأَلْـسِــنَــتِــكُـــمْ ” .

JAWABAN PERTANYAAN 2:

Mengacu pada jawaban pertanyaan 1, bahwasannya i’dad adalah wilayah ( kewenangan imam ) dan atas izin imam, maka tindakan beberapa pihak di Aceh (seperti GAM, dll) adalah tidak bisa dibenarkan.

REFERENSI:

الخلافة – (ج 1 / ص 37)

وأما ما يتعلق بالسياسة والقضاء المنوط بالحكومة فله أن يرجح بعض الأحكام الاجتهادية على بعض ، باستشارة العلماء من أهل الحل والعقد ، ولا سيما إذا لم يكن هو من أهل الاجتهاد في الشرع ، ولقد كان أئمة الدين يطيعون الخلفاء فيما يخالف اجتهادهم من أمور الحكومة إذا لم يخالف النص القطعي من الكتاب والسنة ولكنهم لم يطيعوهم في القول بخلق القرآن لأنه من أمور العقائد التي خالفوا فيها السلف . .  والجهاد الذي ذكره في الواجب السادس أراد به القتال العيني والكفائي وإنما يجب على كل مكلف إذا استولى العدو على بعض بلاد المسلمين وتوقف دفعه على ذلك وإلا اكتفى بمن يستنفرهم الإمام بحسب الحاجة ، والجهاد قد يكون بالمال واللسان ومنه الدعوة إلى الإسلام بالبرهان . وتجب طاعة الإمام في التعليم العسكري بنظام القرعة وغيره ، وعليه أن يعد للأعداء ما يستطيع من قوة ليقاتلهم بما يقاتلوننا به أو يفوقهم ، ومنه إنشاء البوارج والغواصات والطيارات الحربية وأنواع الأسلحة الخ وتجب طاعته في ذلك كله بالمال والنفس ، بنص قوله تعالى ( وأَعِدُّوا لَهْم ما اسْتطَعْتُم من قُوَّة ) والخطاب للأمة وإنما الرئيس هو الذي يوحد النظام فيها

الموسوعة الفقهية جز 3 ص : 167

اَلإسْتِبْدَادُ المُفْضِى اِلىَ الضَّرَرِ اَوِ الظُّلْمِ مَمْنُوْعٌ كَالإسْتِبْدَادِ فِى احْتِكَارِ الاَقْوَاتِ وَاسْتِبْدَادِ اَحَدِ الرَّعِيَّةِ فِيمَا هُوَ مِنَ اخْتِصَاصِ الاِمَامِ مِثلَ الْجِهَادِ وَالاِسْتِبْدَادِ فِى إقَامَةِ الحُدُودِ بِغَيْرِ إذْنِ الإمَامِ

الأحكام السلطانية  – (ج 1 / ص 73)

( فَصْلٌ ) وَالْقِسْمُ الثَّالِثُ مِنْ أَحْكَامِ هَذِهِ الْإِمَارَةِ مَا يَلْزَمُ مِنْ أَمِيرِ الْجَيْشِ فِي سِيَاسَتِهِمْ وَاَلَّذِي يَلْزَمُهُ فِيهِمْ عَشْرَةُ أَشْيَاءَ : أَحَدُهَا حِرَاسَتُهُمْ مِنْ غِرَّةٍ يَظْفَرُ بِهَا الْعَدُوُّ مِنْهُمْ ، وَذَلِكَ أَنْ يَتَتَبَّعَ الْمَكَامِنَ وَيُحَوِّطَ سَوَادَهُمْ بِحَرَسٍ يَأْمَنُونَ بِهِ عَلَى نُفُوسِهِمْ وَرِجَالِهِمْ ، لِيَسْكُنُوا فِي وَقْتِ الدَّعَةِ وَيَأْمَنُوا مَا وَرَاءَهُمْ فِي وَقْتِ ، الْمُحَارَبَةِ .

وَالثَّانِي : أَنْ يَتَخَيَّرَ لَهُمْ مَوْضِعَ نُزُولِهِمْ لِمُحَارَبَةِ عَدُوِّهِمْ ، وَذَلِكَ أَنْ يَكُونُوا أَوْطَأَ الْأَرْضِ مَكَانًا وَأَكْثَرَ مَرْعًى وَمَاءً وَأَحْرَسَهَا أَكْنَافًا وَأَطْرَافًا لِيَكُونَ أَعْوَنَ لَهُمْ عَلَى الْمُنَازَلَةِ وَأَقْوَى لَهُمْ عَلَى الْمُرَابَطَةِ .

وَالثَّالِثُ : إعْدَادُ مَا يَحْتَاجُ الْجَيْشُ إلَيْهِ مِنْ زَادٍ وَعُلُوفَةٍ تُفَرَّقُ عَلَيْهِمْ فِي وَقْتِ الْحَاجَةِ حَتَّى تَسْكُنَ نُفُوسُهُمْ إلَى مَادَّةٍ يَسْتَغْنُونَ عَنْ طَلَبِهَا ، لِيَكُونُوا عَلَى الْحَرْبِ أَوْفَرَ وَعَلَى مُنَازَلَةِ الْعَدُوِّ أَقْدَرَ .

وَالرَّابِعُ : أَنْ يَعْرِفَ أَخْبَارَ عَدُوِّهِ حَتَّى يَقِفَ عَلَيْهَا وَيَتَصَفَّحَ أَحْوَالَهُ حَتَّى يُخْبِرَهَا فَيَسْلَمَ مِنْ مَكْرِهِ وَيَلْتَمِسَ الْغِرَّةَ فِي الْهُجُومِ عَلَيْهِ .

وَالْخَامِسُ : تَرْتِيبُ الْجَيْشِ فِي مَصَافِّ الْحَرْبِ وَالتَّعْوِيلُ فِي كُلِّ جِهَةٍ عَلَى مَنْ يَرَاهُ كُفُؤًا لَهَا ، وَيَتَفَقَّدُ الصُّفُوفَ مِنْ الْخَلَلِ فِيهَا ، وَيُرَاعِي كُلَّ جِهَةٍ يَمِيلُ الْعَدُوُّ

الفقه الإسلامي وأدلته – (ج 7 / ص 379(

القاعدة الثالثة: ترتب ضرر أعظم من المصلحة: إذا استعمل الإنسان حقه بقصد تحقيق المصلحة المشروعة منه، ولكن ترتب على فعله ضرر يصيب غيره أعظم من المصلحة المقصودة منه، أو يساويها، منع من ذلك سدا للذرائع، سواء أكان الضرر الواقع عاما يصيب الجماعة، أو خاصا بشخص أو أشخاص. والدليل على المنع قول الرسول (ص): [لا ضرر ولا ضرار](1) وعلى هذا فإن استعمال الحق يكون تعسفا إذا ترتب عليه ضرر عام، وهو دائما أشد من الضرر الخاص، أو ترتب عليه ضرر خاص أكثر من مصلحة صاحب الحق أو أشد من ضرر صاحب الحق أو مساو لضرر المستحق. أما إذا كان الضرر أقل أو متوهما فلا يكون استعمال الحق تعسفا

مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج  – (ج 16 / ص 299(

فُرُوعٌ : تَجِبُ طَاعَةُ الْإِمَامِ وَإِنْ كَانَ جَائِرًا فِيمَا يَجُوزُ مِنْ أَمْرِهِ وَنَهْيِهِ لِخَبَرِ { اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعُ الْأَطْرَافِ } وَلِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ نَصْبِهِ اتِّحَادُ الْكَلِمَةِ ، وَلَا يَحْصُلُ ذَلِكَ إلَّا بِوُجُوبِ الطَّاعَةِ ، وَتَجِبُ نَصِيحَتُهُ لِلرَّعِيَّةِ بِحَسَبِ قُدْرَتِهِ ، وَلَا يَجُوزُ عَقْدُهَا لِإِمَامَيْنِ فَأَكْثَر وَلَوْ بِأَقَالِيمَ وَلَوْ تَبَاعَدَتْ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ اخْتِلَالِ الرَّأْيِ وَتَفَرُّقِ الشَّمْلِ ، فَإِنْ عُقِدَتْ لِاثْنَيْنِ مَعًا بَطَلَتَا أَوْ مُرَتَّبًا انْعَقَدَتْ لِلسَّابِقِ كَمَا فِي النِّكَاحِ عَلَى امْرَأَةٍ ، وَيُعَزَّرُ الثَّانِي وَمُبَايِعُوهُ إنْ عَلِمُوا بِبَيْعَةِ السَّابِقِ لِارْتِكَابِهِمْ مُحَرَّمًا .

حاشية الجمل – (ج 21 / ص 364)

( كُرِهَ غَزْوٌ بِلَا إذْنِ إمَامٍ ) بِنَفْسِهِ أَوْ نَائِبِهِ لِأَنَّهُ أَعْرَفُ بِمَا فِيهِ الْمَصْلَحَةُ نَعَمْ إنْ عَطَّلَ الْغَزْوَ وَأَقْبَلَ هُوَ وَجُنْدُهُ عَلَى الدُّنْيَا أَوْ غَلَبَ عَلَى الظَّنِّ أَنَّهُ إذَا اُسْتُؤْذِنَ لَمْ يَأْذَنْ أَوْ كَانَ الذَّهَابُ لِلِاسْتِئْذَانِ يُفَوِّتُ الْمَقْصُودَ لَمْ يُكْرَهْ وَالْغَزْوُ لُغَةً الطَّلَبُ لِأَنَّ الْغَازِيَ يَطْلُبُ إعْلَاءَ كَلِمَةِ اللَّهِ تَعَالَى قَوْلُهُ كُرِهَ غَزْوٌ ) أَيْ لِلْمُتَطَوِّعَةِ وَأَمَّا الْمُرْتَزِقَةُ فَيَحْرُمُ عَلَيْهِمْ بِغَيْرِ إذْنِ الْإِمَامِ ا هـ ح ل وَمِثْلُهُ فِي شَرْحِ م ر وَسَوَاءٌ فِي الْحُرْمَةِ عَطَّلَ الْإِمَامُ الْغَزْوَ أَوْ لَا فَيَخُصُّ مَا يَأْتِي مِنْ عَدَمِ كَرَاهَةِ الْغَزْوِ وَبِغَيْرِ إذْنِهِ بِالْغُزَاةِ الْمُتَطَوِّعَةِ بِهِ ا هـ ع ش عَلَى م ر

Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *