ASWAJA MUDA BAWEAN

Kumpulan Hasil-Hasil Bahtsul Masail via Kajian Fikih Terapan [KFT]

IjarahJual BeliTijarahWakalah

Titip Menjualkan Barang

5 Mins read

DESKRIPSI MASALAH

Ada seorang pedagang kain bernama bambang. Dia tidak memiliki modal uang, melainkan hanya tenaga. Dia mengambil (menjualkan) dagangan dari seorang juragan konfeksi bernama pak Thohir. Bambang mengambil dagangan dari pak Thohir dengan harga Rp. 50.000,- per potong dan menjualnya dengan harga antara Rp. 60.000,- sampai 75.000,-. Dalam praktek penjualannya, terkadang Bambang tidak melakukannya sendiri, tetapi dilakukan oleh orang lain, semisal dititipkan pada sebuah toko yang tentunya dari pihak toko tersebut juga mengambil keuntungan (semisal oleh toko dijual dengan harga Rp. 80,000,- perpotong). Dagangan yang tidak laku dikembalikan kepada juragan, sedangkan dagangan yang laku langsung dibayarkan (istilah konveksi; ngempit).

Pertanyaan

  1. Termasuk aqad apa praktek dalam diskripsi diatas (antara pemilik konveksi dengan bambang), dan bagaimana hukumnya?
  2. Bolehkah bambang tidak menjualnya sendiri barang yang diambil dari konveksi, bahkan menititipkannya pada sebuah toko?
  3. Siapakah yang berkewajiban mengeluarkan zakat tijaroh, pemilik konveksi, orang yang mengambil barang atau bahkan pemilik toko yang dititipi ?

Jawaban Pertanyaan 1

Secara umum praktek yang terjadi antara sales dan pemilik konfeksi hanyalah sekedar menjualkan barang dari konfeksi sehingga status pak Bambang hanyalah sekedar mediator, jika ditinjau dari segi fiqh istilah mediator disebut dengan simsar, sedangkan dalam menyikapi hukum simsar sendiri para ulama’ masih terjadi perbedaan pendapat. Menurut kebanyakan ulama’ hal itu tidak boleh, namun menurut Imam Ahmad, Imam Ibnu Qudamah dan Imam Ishaq hal itu diperbolehkan.

Uraian jawaban

Dalam hukum fiqih tidak ada bentuk praktek akad yang seperti akad antara Pak Bambang dengan pemilik konveksi, sebab kalau dipaksa untuk dimasukkan dalam bentuk akad tertentu maka ada titik kelemahan yang menyebabkan akad itu batal secara syara’. Misal kalau dimasukkan aqad qordlu (hutang piutang) maka aqad qordlu itu bersifat menyerahkan kepemilikan (tamlik) sedang dalam kasus ini yang terjadi adalah tafwidl (menyerahkan tanpa memberikan hak milik), kalau kita katagorikan aqad wakalah bil ju’li (pewakilan dengan imbalan) maka dalam wakalah bil ju’li, kadar ju’li (imbalan) harus ditentukan prosentasenya, sedang dalam masalah ini tidak demikian.

Sebenarnya kalau transaksinya berhenti pada kata-kata بِعْ هَذَا الثَّوْبَ بِعَشْرَةٍ , maka akad yang terjadi adalah akad wakalah, namun karena ada kata-kata فَمَا زَادَ عَلَيْهَا فَهُوَ لَك ini yang menyebabkan wakalahnya tidak sah. Oleh karena itu disimpulkan bahwa transaksi yan terjadi adalah bentuk kasus Simsar yang dalam Umdatul Qory dijelaskan secara khusus

Umdatul Qari: 132

(باب أجر السمسارة) اى هذا الباب فى بيان حكم السمسر أى الدلالة والسمسار بالكسر الدلال (makelar) وفى (المغرب) السمسرة مصدر وهو أن يوكل الرجل من الحاضرة للقادمة فيبيع لهم ما يجلبونه وقال الزهرى: وقيل فى تفسير قوله  ولا يبع حاضر لباد أنه لا يكون له سمسارا ومنه كان أبو حنيفة يكره السمسارة ولم ير ابن سرين وعطاء وابراهيم والحسن بأجر السمسار بأسا ….. وهذا الباب فيه اختلاف للعلماء فقال مالك يجوز أن يستأجره على بيع سلعته إذا بين لذلك أجلا قال وكذلك إذا قال له بع هذا الثوب ولك درهم أنه جائز وإن لم يوقت له ثمنا وكذلك إن جعل له فى كل مائة دينار شيئا وهو جعل وقال أحمد لا بأس أن يؤتيه من الألف شيئا معلوما وذكر ابن المنذر عن حماد والثورى أنهما كرها أجره وقال أبو حنيفة إن دفع له ألف درهم يشترى بها بزا بأجر عشر درهم فهو فاسد وكذلك لو قال اشتر مائة ثوب فهو فاسد فإن شترى فله أجر مثله ولا يجوز ما سمى من الأجر وقال أبو ثور إذا له فى الف شيئا معلوما لم يجز لأن ذلك غير معلوم فإن عمل على ذلك فله أجره وإن اكتراه شهرا على أن يشترى له ويبيع فذلك جائز وقال ابن التين أجرة السمسار ضربان إجارة وجعالة فالأول يكون مدة معلومة فيجتهد فى بيعه فان باع قبل ذلك أخذ بحسابه وإن انقضى الأجل أخذ كامل الأجرة والثانى لا يضرب فيها أجل هذا هو المشهور من المذهب ولكن لا يكون الإجارة والجعالة إلا معلومين ولا يستحق فى الجعالة شيئا إلا بتمام العمل وهو البيع والجعالة الصحيحة أن يسمى له ثمنا إن بلغه ما باع او يفوض إليه فإن بلغ القيمة باع وإن قال الجاعل لا تبع إلا بأمرى فهو فاسد وقال أبو عبد الملك أجرة السمسار محمولة على العرف يقل عن قوم ويكثر عن قوم ولكن جوزت لما مضى من عمل الناس عليه على أنهامجهولة قال ومثل ذلك أجرة الحجام وقال ابن التين وهذا الذى ذكره غير جار على أصول مالك وإنما يجوز من ذلك عنده ما كان ثمنه معلوما لا غرر فيه وقال ابن عباس لا بأس أن يقول بع هذا الثوب فما زاد على كذا وكذا فهو لك هذا التعليق وصله ابن أبى شيبة عن هشيم عن عمر ابن دينار عن عطاء عن ابن عباس نحوه وقال ابن سرين إذا قال بعه بكذا فما كان من ربح فهو لك او بينى وبينك فلا بأس به هذا التعليق ايضا وصله ابن أبى شيبة عن هشيم عن يونوس عن ابن سرين …..وقال الشافعى ومالك لا يجوز فان باع فله أجر مثله وأجازه أحمد واسحق وقالا هو من باب القراض وقد لا يربح المقارض وقال النبي  المؤمنون على شروطهم مطابقته للترجمة من حيث إن السمسرة إذا شرطت بشيئ معين ينبغى أن يكون السمسار وصاحب المتاع ثابتين على شرطهما لقوله : المؤمنون على شروطهم

(Bab Ini menjelaskan hukum upah Makelar) 

Makelar atau Mediator adalah seseorang yang dijadikan wakil oleh orang kota untuk orang yang datang dari desa, kemudian orang itu menjual kepada orang kota barang yang dibawa orang desa.

Imam Zuhri mengatakan dalam menjelaskan sabda Nabi ولا يبيع حاضر لباد bahwasanya orang kota tidak boleh menjadi makelar dari orang desa.

Berdasar hadis ini pula, Abu Hanifah menghukumi makruh praktek makelar. Sedangkan Muhammad Ibnu Sirin, Atho’ bin Abi Robah, Ibrahim An Nakho’i dan Hasan Al Abshry memandang upah makelar sebagai hal yang boleh.

Memang dalam masalah upah makelar ini terdapat perbedaan pendapat ulama’ sebagai berikut:

Imam Malik mengatakan boleh seseorang menyuruh orang lain menjual barang dagangannya jika ditentukan batas waktunya. Beliau menambahkan, boleh juga jika seseorang berkata kepada orang lain : “Jual barang ini, kamu saya beri 1 dirham”, walau di sini tidak ditentukan waktunya. Boleh juga jika seseorang memberikan sesuatu yang jelas setiap penjualan 100 dinar, dan ini disebut aqad ju’lu.

Imam Ahmad berkata : adalah boleh seseorang memberikan sesuatu yang jelas setiap dari penjualan 1000

Ibnu Mundzir menuturkan bahwa Imam Hammad dan Imam Tsaury menghukumi makruh upah makelar

Imam Abu Hanifah mengatakan : jika ada orang menyerahkan 1000 dirham kepada orang lain untuk membeli kain dengan upah 10 dirham maka aqad ini fasid, begitu juga jika ia mengatakan : belilah 100 baju. Jika dia telah membeli baju tersebut maka orang yang disuruh berhak mendapatkan Ujroh mitsil (upah standard), dan tidak berhak mendapatkan upah yang ditentukan

Imam Abu Tsaur mengatakan : jika ada orang memberi sesuatu yang jelas setiap penjualan 1000, maka akad ini hukumnya tidak boleh, karena akad ini adalah akad tidak jelas, sehingga jika orang yang disuruh sudah mengerjakannya maka ia berhak mendapatkan upahnya. Jika ada orang mempekerjakan orang lain selama 1 bulan untuk berdagang maka hukumnya boleh.

Imam Ibnu Tin mengatakan upah makelar ada 2 bentuk, yaitu: upah ijaroh dan upah ju’alah

Bentuk upah pertama (upah ijaroh), makelar dibatasi dengan waktu, sehingga jika ia bisa menjual sebelum batas waktu yang ditentukan maka ia boleh mengambil upah yang telah diperhitungkan (dengan waktunya) dan jika waktunya sudah habis maka ia mengambil upah penuh. 

Bentuk upah kedua (upah ju’alah) maka dalam akad ini tidak ada pembatasan waktu. Pendapat inilah yang masyhur di kalangan ulama’ madzhab.

Yang harus ditegaskan adalah bahwa akad ijaroh dan ju’alah harus jelas, artinya dalam ju’alah, pekerja tidak berhak mendapatkan upah sebelum pekerjaan selesai yaitu pekerjaan menjual, jadi dalam Ju’alah yang sah pemilik barang harus menyebutkan harga, atau menyerahkan harga kepada pekerja. Sehingga kalau harga sudah sesuai dengan nilai barangnya maka pekerja boleh menjual. Kalau pemilik barang mengatakan jangan jual barang ini kecuali dengan perintahku maka akad ju’alahnya menjadi tidak sah

Imam Abu Abdil Malik mengatakan : upah makelar diperhitungkan sesuai kebiasaan yang berlaku, bisa banyak dan bisa sedikit sesuai kebiasaan yang berlaku, hal ini diperbolehkan karena alasan yang telah dijelaskan di atas yaitu masyarakat sudah melakukannya, beliau juga menambahkan bahwa sama halnya dengan upah makelar adalah upah tukan canduk. Imam Ibnu Tin mengatakan : hukum yang dijelaskan Imam Abu Abdil Malik ini tidak mengikuti kaidah-kaidah dasar Imam Malik, sebab menurut Imam Malik upah makelar diperbolehkan jika upahnya jelas sehingga tidak terjadi penipuan.

Imam Ibnu Abbas mengatakan: boleh-boleh saja orang bertransaksi dengan mengatakan : “Jual baju ini, jika kau mampu menjual lebih dari sekian rupiah, maka kelebihannya menjadi milikmu”. Hadis Mu’allaq ini dijadikan hadis maushul oleh Ibnu Abi Syaibah dan Hasyim dari Umar ibnu Dinar dari Atho’ dari Ibnu Abbas.

Imam Ibnu Sirin mengatakan : Jika seseorang mengatakan : “jual baju ini dengan harga sekian, jika untung maka keuntungan itu menjadi milikmu, atau dibagi antara saya dan kamu”, maka hal ini boleh-boleh saja. Hadis Mu’allaq ini juga dijadikan maushul oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dari Hasyim dari Yunus dari Ibnu Sirin

Imam Syafi’i dan Imam Malik tidak memperbolehkan upah makelar, kalau sudah terlanjur menjual maka dia berhak mendapatkan ujroh mitsil (upah standard).

Imam Ahmad dan Imam Ishak memperbolehkannya, beliau mengatakan ini termasuk bentuk qirodl, dalam qirodl kadang-kadang pekerja tidak mendapat untung, Nabi bersabda : “orang-orang beriman sesuai syaratnya” yang kemudian dicocokkan dengan pendapatnya bahwa makelar jika disyaratkan sesuatu yang tertentu maka makelar dan orang yang pemilik barang memenuhi syaratnya sebagaimana sabda Nabi : “orang-orang yang beriman sesuai syaratnya”.


Al Mughny Li Ibn al Qudamah: juz 5

فَصْلٌ : إذَا قَالَ : بِعْ هَذَا الثَّوْبَ بِعَشْرَةٍ , فَمَا زَادَ عَلَيْهَا فَهُوَ لَك .صَحَّ , وَاسْتَحَقَّ الزِّيَادَةَ . وَقَالَ الشَّافِعِيُّ لَا يَصِحُّ . وَلَنَا , أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ لَا يَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا , وَلِأَنَّهُ يَتَصَرَّفُ فِي مَالِهِ بِإِذْنِهِ , فَصَحَّ شَرْطُ الرِّبْحِ لَهُ فِي الثَّانِي , كَالْمُضَارِبِ وَالْعَامِلِ فِي الْمُسَاقَاةِ.

(Fasal) Jika ada orang berkata kepada yang lain: “Jual baju ini dengan harga 10, yang lebih dari 10 menjadi milikmu”, akad ini sah dan dia berhak atas kelebihan tersebut.
Walaupun Imam Syafi’i mengatakan akad semacam ini tidak sah, tetapi kita mempunyai landasan dalil bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas menganggap hal itu boleh-boleh saja, karena orang kedua berhak mentashorrufkan (menggunakan) harta benda orang pertama dengan seizinnya. Sehingga sah mensyaratkan keuntungan bagi orang kedua sebagaimana orang yang akad mudlorobah dan petani dalam akad musaqoh

Jawaban Pertanyaan Ke-2

Berpijak dari pendapat yang memperbolehkan maka hukum menitipkan barang dari mediator kepada mediator lain adalah boleh, karena tujuan dari pihak konveksi adalah terjualnya barang tersebut.

 بغية المسترشدين ص 150

مسألة: لا يصح توكيل غيره فيما وكل فيه إلا أن يأذن له الموكل أو لا يليق به مباشرته أو لا يحسنه أو يشق عليه مشقة لا تحتمل أو يعجز عنه وعلمه الموكل فى الكل. ويجب على الوكيل موافقة ما عين له الموكل من زمان ومكان وجنس ثمن وقدره كالآجل والحلول وغيرها أو دلت عليه قرينة قوية من كلام الموكل أو عرف أهل ناحيته فإن لم يكن شيء من ذلك لزمه العمل بالاحوط إهـ

(Masalah) tidak sah bagi wakil mewakilkan kepada orang lain dalam hal yang ia dijadikan wakil kecuali ada izin dari muwakkil (orang yang mewakilkan) atau jika wakil tidak pantas, tidak bisa, merasa berat atau tidak mampu melaksanakan hal tersebut dan tentunya harus sepengetahuan muwakkil (orang yang mewakilkan). Wakil harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditentukan muwakkil seperti ketentuan waktu, tempat, jenis mata uang dan cara pembayarannya seperti dibayar cash atau tempo dan ketentuan-ketentuan yang lain, atau mengikuti tanda-tanda yang kuat berupa perkataan muwakkil atau tradisi yang berlaku di masyarakat. Kalau ketentuan-ketentuan tersebut tidak ada maka wakil wajib melakukan sesuatu yang lebih berhati-hati.


Jawaban Pertanyaan ke-3

Yang wajib zakat adalah pemilik konveksi karena pemilik barang sebenarnya adalah fihak konveksi tersebut.

فتح القريب ص 22

وشرط وجوب الوكاة فيها اي الأثمان خمسة أشياء الإسلام والحرية والملك التام والنصاب والحول

Syarat wajib zakat pada hasil perdagangan ada 5 :

  • 1. Islam
  • 2. merdeka
  • 3. milik penuh
  • 4. mencapai 1 nishob dan
  • 5. sudah 1 tahun

Wallahu a’lam

Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *